Langsung ke konten utama

J E J A K

Langkah kecil

Kamis, 5 Desember 2019 adalah awal dari perjalananku, menjadi panitia adalah sebuah tanggung jawab, kau harus bisa jadi otak, tulang punggung dan hati dari setiap orang yang memberi amanah ini. kau harus bisa selangkah di depan dari semua peserta, bagaimana meyakinkan mereka semua akan nyaman dan di terima dengan baik di rumah barunya.

Dinginnya subuh menusuk terasa sampai ke sumsum tulang, ayam berkokok, menandakan waktu subuh telah masuk, air wudhu pun membasuh sebagian tubuh,  suara azan membuat ku sadar dan segera bergegas menjemput pagi, membuka mata adalah hal yang sangat di nanti nanti, terasa sangat istimewa, apalagi di tambah dengan secangkir kopi  tuk hangatkan tubuh, setelah semalaman bergulat dengan gurauan sang teman dan diakhiri dengan tidur yang pulas. 

Hari ini observasi lapangan pertama oleh kami panitia, sebelum di mana semua peserta tinggal dan menempati tempat yang ku sebut sebut sebagai surganya dunia, mencari selak beluk apa itu papualangi, surga tersembunyi. 

Tepat jam 07 : 00 kami mulai penjelajahan ini, bermodalkan uang recehan dan satu sendok nasi yang sudah dalam perut  mengganjal untuk 6 jam perjalanan. Dengan motor berumur tiga tahun, yang semakin manja dengan jalanan perkotaan, kali ini ia ku ajak jalan, sekali kali jadi refresing dan mencoba sampai mana ketahanan si kuda hitam satu ini.

Bermodalkan bismillah dan niat terbaik untuk suksesnya kegiatan ini, tak terasa kami sudah separuh jalan, melihat kode dari digital motor yang mulai berkedip menandakan ia butuh asupan minum, aku pun singgah di tempat jajanan kecil sekitar pukul 12:20 sembari mengisi tangki motor yang mulai kering, ibu penjual bensin yang melihat kami dalam keadaan kecapean dan dalam kebingungan, mulai menyapa.

“kalian mau kemana? mari mampir dulu, cuaca sangat terik, baiknya kalian istrahat sejenak”

Heran dengan kalimat yang ibu lontarkan, mengapa ada orang yang perhatian seperti beliau, padahal suasana seperti ini biasanya terdapat dalam gubuk kecil milik orang tuaku.

 Tak lama kemudian ibu ini menghapiri kami, ia pun meminjamkan bantalnya.

”Dek, ini ada bantal, kalian pakai dulu, silahkan istirahat, ibu liat kalian juga haus, ibu ambilkan minum dulu yaa”

Sekali lagi ibu ini baik sekali, setelah kami tertidur sekitar setengah jam, kami pun mulai berpamitan.

“Bu, ini bantalnya kami kembalikan, mau lanjut perjalanan dulu, terima kasih banyak bu”

Tiba tiba terdengar dari dapur ada suara anak dan ibu tadi, hentakan kaki terdengar jelas, mereka segera bergegas ke ruang tamu.

“Dek jangan pulang dulu, ibu sudah sediakan makanan untuk kalian, mari makan dulu, sembari ibu ini menaruh makanan di ruang tamu“

Lagi dan lagi dengan senyum bahagia dan perut yang memang sedari tadi sudah lapar, kami mulai merapat di meja makan itu, dan menyantap hidangan yang memang mantap telah di sediakan.

Secangkir air menutup akhir dari hidangan, tak lama kemudian, kami mulai berpamitan, satu per satu memberi salam hangat kepada ibu ini. Suara motor mulai terdengar, ibu ini kembali berpesan.

“Kalian hati hati ya , sebab masih jauh perjalanan“

Kami pun menjawab.

“Terima kasih banyak bu, sembari bergumam dalam hati, semoga kebaikanmu di balas tuhan bu".

Tak terasa kami sudah sampai ke tempat tujuan, dengan terpampang jelas nama,  “Selamat datang di desa agro wisata papualangi kec tolinggula kab gorontalo utara". 
Tempat ini masih terdapat banyak oksigen, bisa di katakan tolinggula adalah salah satu paru – paru gorontalo, sungai yang begitu luas dengan bebatuan alam yang tertata rapi membias mata.

Kami menelusuri ujung perkampungan papualangi ini, sampai mentok di jembatan dan jalananan berbatu, nampaknya kami sudah masuk desa seberang, yaitu SP3 atau cempaka putih, jalanan yang di kiri kanannya terjal, sebelah kanan sungai dengan batuan besar, dan sebelah kiri semak belukar, kami rehat sejenak tepat di bawah kolong jembatan, untuk sekedar mandi membasahi tubuh yang mulai letih, teman teman lain sudah dahulu turun ke jembatan, dan aku masih terdiam di atasnya, memikirkan segala hal yang menghantuiku, pikiran yang membuat hidupku rumit, entah mengapa suasana sejuk namun tak mampu menyejukkan jiwaku.

Tiba tiba .... ah.. aku di kagetkan, seekor burung melintas tepat di depan mataku, burung kecil itu meninggalkan sepucuk surat, yang isinya.

“Hey kamu kenapa bung?“ 

Akupun terdiam membaca kalimat tanya yang ia lontarkan. Akupun coba membaca kalimat berikutnya...

“Berbalik arahlah bung, jangan membelakangi mereka, temanmu sedang berbahagia di sana, jangan termenung sendiri di sini“

Membaca kalimat ini, memberi semangat baru untukku, akupun berbisik pada langit.

“Terima kasih telah mengirimkan pesan bahagia ini, semoga burung kecil itu mampu terbang sejauh mungkin, menebar manfaat, memberi semangat pada orang orang yang terlihat putus asa“

Hmm.. aku pun segera menghampiri teman – temanku, mereka ternyata bermain di celah pahatan batu besar anugrah tuhan. setelah kurang lebih setengah jam, kami segera bergegas menuju ke sekolah untuk sekedar ambil dokumentasi, dan mencari informasi, mengapa ada sekolah di tempat ini, berapa sekolah di tempat ini, gurunya berapa, dan bagaimana cara belajar di tempat ini.

Pagi menuju siang, tak terasa hari mulai sore, kami pun segera balik dari perkampungan ini, sembari menatap keindahan panoramanya, di hiasi pohon durian dan rambutan di kiri kanannya, jalananan dengan penuh lika liku, bagai lilka liku kehidupan, aku meminggirkan sejenak motor tuaku ini, sembari memikirkan putri kecil yang ku tinggalkan dengan senyum bahagianya.

Di antara senja dan keheningan di tempat ini, mengingatmu menjadi kesibukan kecil yang membahagiakan. 
Cobalah jadi malam agar kau tahu rasanya rindu dan jadilah senja sesekali agar kau tahu artinya menanti.
Sudah banyak senja  yang ku lalui, namun belum pernah ku lewati senja yang  membawaku kembali, kecuali kamu.

Terang berganti gelap kami segera balik ke kota limboto, bermodalkan cahaya motor tua, dan batas jalan, coba memfokuskan pandangan agar tak salah jalan dan jatuh ke dalam jurang, melihat senyum bahagia dari sang teman telah berhasil menuntaskan kegiatan awal ini, menjadi semangat baru untukku.

Heningnya malam di hiasi canda tawa, dan nyanyian nyanyian kecil kita, tak terasa kita sudah memasuki kota limboto, terpampang jelas “Kota Limboto“ tanda bahwa kemenangan awal telah kita capai.

Dengan langkah kaki yang sudah tak mampu menginjak lagi secara sempurna, dia tetap mencoba terus bergerak, menuju kamar yang telah seharian menanti kehadirannya, satu kata untukmu, panjang umur perjuangan bung!

Komentar

Posting Komentar